Sekilas mungkin kita menganggap bahwa dengan memilih jalan hidup berbeda dari keluarga nantinya akan berbuah manis seperti kisah-kisah hamba yang lain? belum tentu. Setiap ujian para hamba akan berbeda, tak selalu sama. Dengan sedu sedan suara sengau Ibu Dhiya menceritakan kepada kami. Wanita keturunan Tionghoa yang lahir 48 tahun silam ini berkata, bahwa awalnya ia sama sekali tidak tertarik pada Islam karena ultimatum dari Neneknya yang pernah memiliki masa lalu buruk dengan Islam dan belum selesai. Padahal setelah di sampaikan ternyata bukan karena Islam tapi penganutny, dan ini membekas jauh di lubuk hati terdalamnya sampai ia berikrar tidak akan pernah mau dekat-dekat dengan pria muslim.
Kebenciannya amat sangat kepada Islam, seakan Islam adalah virus yang harus di cari antivirusnya agar tak banyak yang “terpapar” dengan Islam. kebencian ini dipicu juga oleh panggilan sholat, yaitu Adzan. yang dimana menurutnya adzan adalah sesuatu hal yang lebay dan sangat mengganggu orang lain.
Suara tua Masjid yang berisik, suara-suara panggilan yang memekakkan telinga, dan ini lebih menusuk dan membuatnya merinding dan keringat dingin keluar ketika waktu maghrib menjelang.
“Saya pernah berselimut sampai tertutup seluruh tubuh, menutup telinga dengan bantal agar tidak terdengar suara itu, tapi malah semakin saya lawan justru saya semakin tak kuasa hingga demam itu tetap tidak mau pergi…”
Entah ada apa di waktu adzan maghrib. sebab di panggilan waktu shalat yang lain selain waktu maghrib ia biasa saja, terganggu hanya karena berisik aja.
Apa sampai di situ? ooo… tentu tidak. kita akan di buat tencengang akan kejadian-kejadian yang menimpa beliau paska memutuskan menjadi seorang Muslim. Lalu bagaimana akhirnya mampu melewati itu semua?
yuk kita simak dan ambil pelajaran berharga dari tiap kisah perjuangan seorang Mualaf.