Seorang muslim mengimani bahwa Allah ﷻ mencintai amalan yang paling benar dan perbuatan yang paling baik, serta mencintai para hamba-Nya yang saleh. Allah ﷻ telah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaqarrub kepada-Nya, mencintai-Nya, dan bertawasul kepada-Nya. Karena itulah, seorang muslim senantiasa bertaqarrub kepada Allah ﷻ, bertawasul kepada-Nya dengan amalan-amalan saleh dan ucapan-ucapan. Seorang muslim senantiasa memohon kepada Allah ﷻ dan bertawasul yang baik. kepada-Nya dengan Asma’ul Husna dan sifat-sifat-Nya yang mulia; dengan beriman kepada Allah ﷻ dan Rasul- Nya ﷺ; dengan mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya ﷺ; dan dengan mencintai orang-orang saleh dan seluruh orang-orang yang beriman. kewajiban, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, juga dengan mengerjakan perkara-perkara nafilah (sunah). Sebagaimana ia juga bertaqarrub kepada Allah ﷻ dengan meninggalkan hal-hal yang haram dan menjauhi hal-hal yang dilarang.
Seorang muslim tidak memohon kepada Allah ﷻ dengan wasilah kedudukan seseorang dari makhluk-Nya atau dengan wasilah amalan salah seorang hamba-Nya. Sebab, kedudukan yang dimiliki oleh seseorang bukanlah dari hasil usahanya sendiri, begitu pula amalan yang dilakukan oleh orang lain juga bukan dari amalan dirinya yang dengannya ia bisa memohon kepada Allah ﷻ, atau menjadikannya sebagai wasilah di hadapan-Nya.
Allah ﷻ tidak mensyariatkan untuk para hamba-Nya bertaqarrub kepada-Nya dengan selain amalan mereka. Dan kesucian jiwa mereka ialah dengan iman dan amal saleh. Semua ini berdasarkan dalil-dalil naqli dan aqli.
Dalil-Dalil Naqli
Pertama, pemberitahuan dari Allah ﷻ mengenai hal itu. Allah ﷻ berfirman:
“…Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya…” (Qs. Fathir: 10)
“Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan…” (Qs. Al-Mukminun: 51)
“Dan Kami masukkan dia ke dalam rahmat Kami; sesungguhnya dia termasuk golongan orang yang saleh.” (Qs. Al-Anbiya’: 75)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah ﷻ dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya…” (Qs. Al-Maidah: 35)
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada tuhan, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah ﷻ)..” (Qs. Al-Isra’: 57)
“Katakanlah (Muhammad), Jika кamu mencintai Allah ﷻ, ikutilah aku, niscaya Allah ﷻ mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (Qs. Ali-Imran: 31)
“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, karena itu tetapkanlah kami bersama orang-orang yang memberikan kesaksian.” (Qs. Ali-Imran: 53)
“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, (yaitu), ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,’ maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.” (Qs. Ali-Imran: 193)
“Dan Allah ﷻ memiliki Asma’ul Husna (nama-nama yang terbaik) maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-nama-Nya Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al-A’raf: 180)
“Dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah ﷻ)” (Qs. Al-Alaq:19)
Kedua, pemberitahuan dari Rasulullah ﷺ mengenai hal ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah ﷻ itu Mahabaik, tidak menerima kecuali yang baik.” (Hr. Muslim)
“Kenalilah Allah ﷻ saat kamu dalam keadaan lapang, niscaya Allah ﷻ akan mengenalmu saat kamu dalam kesulitan. (Hadits ini disebutkan dalam Ad-Durrul Mantsur, As-Suyuthi: 1/66, dan tafsir Ath-Thabari: 6/398)
Rasulullah ﷺ bersabda yang ia riwayatkan dari Rabbnya ﷻ:
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunah, sehingga Aku pun mencintai dia. (HR. Al-Bukhari, kitab Ar-Raqaiq)
Rasulullah ﷺ juga bersabda yang ia riwayatkan dari Rabbnya:
“Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya sehasta. Dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya sedepa. Dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (Hr. Al-Bukhari, kitab Ar-Raqaiq)
Rasulullah ﷺ bersabda mengenai tiga orang yang berlindung didalam gua dan tertutup oleh batu besar. Kemudian salah seorang dari mereka bertawasul dengan baktinya kepada kedua orangtuanya; orang kedua bertawasul dengan amalannya yang telah meninggalkan perkara yang telah Allah ﷻ haramkan; dan orang ketiga bertawasul dengan amalannya yang telah mengembalikan harta kepada orang yang berhak beserta hasil dari pengelolaannya yang telah berkembang.
Tawasul itu mereka lakukan setelah sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lainnya, “Lihatlah kepada suatu amalan saleh yang pernah kalian lakukan semata karena Allah ﷻ, lalu berdoalah kepada Allah ﷻ dengan wasilah amal saleh tersebut, mudah-mudahan Allah ﷻ membukakan batu besar itu dari kalian.” Lantas mereka pun berdoa dan bertawasul. Hingga akhirnya Allah ﷻ berkenan membukakan batu besar dari mereka dan mereka dapat keluar dari gua dalam keadaan selamat. (HR. Al-Bukhari, kitab Al-Ijarah)
Rasulullah ﷺ bersabda: “Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Rabbnya ialah pada saat ia bersujud.” (HR. Muslim (215) kitab Ash-Shalah)
Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku memohon kepada-Mu ya Allah ﷻ, dengan segenap nama-Mu yang Engkau telah namai diri-Mu dengannya, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penawar kesedihanku dan pelenyap duka kegelisahanku.’ (HR Imam Ahmad dengan sanad hasan. Disebutkan juga dalam Al-Mu’jamul Kabir, Athabrani:10/210)
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh, orang ini telah memohon dengan perantara nama-nama Allah ﷻ yang agung. yang mana jika Allah ﷻ dimohon dengannya, niscaya Dia akan memberi, dan tidaklah berdoa dengannya melainkan Allah ﷻ akan mengabulkannya.” (HR. Tirmidzi, kitab Ad-Dawat, Ibnu Majah, kitab Ad-Dua)
Ketiga, ada riwayat mengenai tawasulnya para nabi di dalam Al-Qur’an Al-Karim, bahwa tawasul mereka ialah menggunakan nama-nama dan sifat. sifat-Nya, keimanan, dan amalan saleh, serta tidak pernah bertawasul dengan selainnya.
Nabi Yusuf dalam tawasulnya berkata:
“Rabbku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepada-ku sebagai takwil mimpi. (Wahai Rabb) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.’ (Qs. Yusuf: 101)
Dzun Nun (Nabi Yunus) juga berkata: “Tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Anbiya’: 87)
Nabi Musa berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.’ Maka Dia (Allah ﷻ) mengampuninya.” (Qs. Al-Qashash: 16)
“Sesungguhnya aku berlindung кepada Rabbku dan Rabbmu.” (Qs. Ghafir: 27)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail berkata: “Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”(Al-Bagarah: 127)
Nabi Adam dan Hawa berkata: “Ya Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”(Al-A’raf: 23)
Dalil-Dalil Aqli
Pertama, Mahakaya-nya Rabb dan fakirnya seorang hamba merupakan perkara yang menuntut seorang hamba yang membutuhkan Rabbnya yang Mahakaya untuk bertawasul, agar hamba yang fakir lagi lemah selamat dari apa-apa yang ia takuti dan memperoleh apa-apa yang ia senangi dan ia inginkan
Kedua, ketidaktahuan seorang hamba terhadap perbuatan dan perkataan yang dicintai dan dibenci oleh Allah ﷻ menuntut agar wasilah hanya inginkan. terbatas pada apa-apa yang telah disyariatkan oleh Allah ﷻ dan dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ, berupa ucapan yang baik dan amal saleh yang telah dikerjakan, ataupun ucapan yang buruk dan amalan-amalan keji yang telah ia jauhi dan tinggalkan
Ketiga, adanya sebuah kenyataan bahwa kedudukan yang dimiliki orang lain yang bukan hasil usaha dan jerih-payah tangannya sendiri merupakan tinggalkan. perkara yang menuntut agar seseorang tidak bertawasul kepada Allah ﷻ dengan kedudukan orang lain tersebut. Sebab, kedudukan seseorang- meski kedudukannya sangat mulia-tidak bisa dijadikan sarana oleh orang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ dan bertawasul, kecuali jika ia menyokong dengan raga dan hartanya demi tercapainya kedudukan yang dimiliki orang tersebut. Saat itu, ia baru boleh memohon kepada Allah ﷻ dengan perantaraan kedudukan itu, karena kedudukan tersebut merupakan hasil usaha dan jerih-payah tangannya sendiri, jika ia melakukannya semata untuk wajah Allah dan mencari keridhaan-Nya.
Sumber : Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairy