Seorang muslim beriman bahwa Allah telah memilih dari kalangan manusia beberapa rasul, serta mewahyukan kepada mereka syariat-Nya dan mengambil janji dari mereka untuk menyampaikan wahyu tersebut sebagai hujjah pada hari Kiamat kelak. Allah mengutus mereka dengan bukti-bukti dan menguatkan mereka dengan mukjizat. Kerasulan mereka dimulai dengan Nabi Nuh dan diakhiri oleh Nabi Muhammad ‘alaihimus sholaatu was salaam.
Seorang muslim juga mengimani bahwa para rasul adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan paling mulia, meskipun mereka adalah manusia biasa yang berlaku pada diri mereka banyak kepentingan manusiawi, seperti makan, minum, sakit, sehat, lupa, ingat, meninggal, dan hidup. Tidaklah sempurna iman seorang hamba, kecuali jika ia mengimani mereka semua, baik secara global maupun terperinci. Hal ini berdasarkan dalil-dalil naqli dan aqli.
Dalil-Dalil Naqli
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut’.” (Qs. An-Nahl: 36)
“Allah memilih para utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Qs. Al-Haj: 75)
“Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh, dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub dan anak cucunya; Isa, Ayub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Dawud. Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan mereka кepadamu. Dan кepada Musa, Allah berfirman langsung. Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Qs. An-Nisa’: 163-165)
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” (Qs. Al-Hadid: 25)
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Rabbnya, (YaRabbku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engкau Rabb Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (Qs. Al-Anbiya’: 83)
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (Qs. Al-Furqan: 20)
“Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata maka tanyakanlah kepada Bani Israil, ketika Musa datang kepada mereka.” (Qs. Al-Isra’: 101)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh. Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka. Dia menyediakan azab yang pedih bagi orang- orang kafir.” (Qs. Al-Ahzab: 7-8)
Kedua, pemberitahuan dari Rasulullah mengenai dirinya dan mengenai saudara-saudaranya dari kalangan para nabi dan rasul di dalam sabdanya:
“Allah tidak mengutus seorang nabi, melainkan ia memberi peringatan kepada kaumnya atas orang yang bermata satu lagi pendusta (Al-Masih Ad-Dajjal)” (Hr. Bukhari)
“Janganlah kalian semua saling mengutamakan antara para nabi.” (Hr. Bukhari Muslim)
Rasulullah bersabda tatkala Abu Dzar bertanya kepadanya mengenai jumlah para nabi dan rasul, beliau menjawab:
“(Jumlah nabi) seratus dua puluh ribu orang, dan jumlah rasul di antara mereka adalah sebanyak tiga ratus tiga belas orang.” (Hr. Ibnu Hibban)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Musa masih hidup, maka ia tidak memiliki keleluasaan кecuali harus mengikutiku. (Hr. Ahmad)
Rasulullah bersabda, “Itu adalah nabi Ibrahim.” Tatkala beliau dipanggil dengan, “Wahai Khairul Bariyyah (sebaik-baik manusia).”Ini sifat tawadhu’nya beliau. dan beliau juga bersabda:
“Tidaklah pantas bagi seorang hamba (nabi) untuk berkata, Aku lebih baik dari Yunus bin Matta’.” (Hr. Ahmad)
Rasulullah menjelaskan mengenai para rasul pada malam beliau diisra’kan, ketika mereka dikumpulkan di Baitul Maqdis dan Nabi Muhammad mengimami shalat mereka. Sebagaimana halnya, saat di langit, beliau juga menjumpai Yahya, Isa, Yusuf, Idris, Harun, Musa, dan Ibrahim alaihimus salaam. Beliau memberitahukan tentang mereka dan keadaan mereka yang beliau saksikan langsung.
“Nabi Allah Dawud biasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Hr. Bukhari)
Ketiga, keimanan jutaan manusia dari kalangan umat Islam dan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) kepada para utusan Allah, juga pembenaran mereka yang kuat terhadap kerasulan mereka dan keyakinan mereka akan kesempurnaan serta pemilihan Allah terhadap mereka.
Dalil-Dalil Aqli
Pertama, rububiyyah dan rahmat Allah mengharuskan diutusnya para rasul dari-Nya kepada para makhluk-Nya guna mengenalkan mereka mengenai Rabb mereka, mengarahkan mereka kepada kesempurnaan manusiawi mereka, serta kepada kebahagiaan mereka di kehidupan dunia dan akhirat.
Kedua, adanya suatu kenyataan bahwa Allah telah menciptakan para makhluk-Nya hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku (semata).” (Qs. Adz-Dzâriyât: 56).
Kenyataan ini tentu menuntut dipilih dan diutusnya para rasul tersebut, yang bertujuan untuk mengajarkan kepada para hamba-Nya bagaimana cara mereka beribadah kepada Allah dan menaati-Nya. Sebab, ibadah merupakan tujuan mereka diciptakan.
Ketiga, adanya suatu kenyataan bahwa pahala dan siksa disiapkan untuk jejak-jejak ketaatan dan kemaksiatan di dalam jiwa. Kenyataan ini merupakan perkara yang mengharuskan diutusnya para rasul dan nabi, agar pada hari Kiamat kelak, manusia tidak mengatakan, “Wahai Rabb kami, kami tidak mengetahui cara menaati-Mu, hingga kami bisa selalu taat kepada-Mu, dan kami tidak mengetahui cara meninggalkan maksiat kepada-Mu, hingga kami bisa menjauhinya. Tidak ada kezaliman pada-Mu hari ini, maka janganlah Engkau mengazab kami.” Hingga karenanya mereka memiliki hujah di hadapan Allah.
Kenyataan seperti inilah yang mengharuskan diutusnya para rasul untuk menyangkal hujah- hujjah mereka di hadapan Allah. Allah berfirman, “Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”(An-Nisa’: 165).
wallaahu a’lam
Sumber : Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairy