BaitulMaqdis.com — Mengatasnamakan Cinta
Tak sedikit artis muslim/muslimah melakukan pacaran hingga kawin beda agama (kawin campur) dengan non Muslim, dengan alasan cinta. Pernikahan beda agama semakin marak ketika mendapat pembenaran dari kelompok Islam Liberal yang menghalalkan nikah beda agama. Islam Liberal mengajarkan bahwa nikah beda agama secara umum diperlukan untuk membangun toleransi dan kesepahaman antara masing-masing pemeluk agama: “Tujuan dilangsungkannya pernikahan adalah untuk membangun tali kasih (al-mawaddah) dan tali sayang (al-rahmah). Di tengah rentannya hubungan antaragama saat ini, pernikahan beda agama justru dapat dijadikan wahana untuk membangun toleransi dan kesepahaman antara masing-masing pemeluk agama. Bermula dari ikatan tali kasih dan tali sayang, kita rajut kerukunan dan kedamaian” (Fiqih Lintas Agama, hlm. 164).
Contoh proyek nikah beda agama yang gampang diingat adalah pernikahan Karlina Octaranny (Muslimah) dengan Deddy Cahyadi Sundjoyo alias Deddy Corbuzier (pesulap Katolik). Pernikahan yang digelar di Jakarta, Kamis (24/2/2005) itu dibimbing oleh seorang tokoh Islam Liberal, Dr. Zainun Kamal.
Beberapa tahun kemudian, pernikahan beda agama ini kandas. Keduanya bercerai pada 31 Januari 2013, yang dipicu banyak masalah rumah tangga. Deddy berterus terang bahwa salah satu batu sandungan utama dalam rumah tangganya adalah problem beda keyakinan agama. Problem ini baru disadarinya setelah nikah beda agama dijalaninya. “Salah satunya mungkin perbedaan keyakinan agama. Pas nikah saya sudah tahu kita berbeda, anak saya nantinya akan memilih salah satu,” ujarnya seperti dikutip okezone.com, Jum’at (22/3/2013).
Kisah lain adalah Melissa Ariani yang memilih pindah agama (murtad) demi bisa menikah dengan kekasihnya Choky Sitohang, seorang presenter non-muslim yang sedang naik daun. Padahal dalam timbangan Islam, murtad adalah perkara yang sangat dibenci.
Nikah Beda Agama Haram
Jauh-jauh sebelum Islam Liberal meramaikan kontroversi nikah beda agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan beda agama atau kawin campur, hukumnya haram! Fatwa ini disusun berdasarkan Musyawarah Nasional (Munas) II pada 26 Mei – 1 Juni 1980 M (11 – 17 Rajab 1400 H).
Dengan tegas fatwa MUI yang ditandatangi Ketua Umum Prof Dr Hamka dan Sekretaris Drs H Kafrawi menyatakan bahwa perkawinan wanita Muslimah dengan laki-laki non-Muslim adalah haram hukumnya: “Dan seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim.”
Selanjutnya MUI mengakui bahwa perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita Ahli Kitab terdapat perbedaan pendapat. Tapi dengan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan, maka MUI menyatakan pernikahan ini juga haram: “Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya lebih besar daripada maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram!”
Fatwa MUI itu sangat tepat dan relevan, karena tujuan pernikahan itu bukan sekedar mengejar kesenangan dunia, tapi juga kebahagiaan dunia dan akhirat. Beberapa tujuan utama syariat pernikahan yang syar’i seperti membangun keluarga sakinah, melahirkan keturunan yang shalih dan bertakwa, serta membangun ukhuwah Islamiyah tidak akan bisa terwujud dalam pernikahan beda agama.
Tujuan-tujuan tersebut hanya dapat dicapai dalam keluarga seiman-seagama. Pasangan beda agama mustahil mencapai tujuan pernikahan tersebut, karena pilar utama pernikahan yang berkah, bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat adalah persamaan aqidah. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat faktor, yakni: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama (muslimah) agar engkau beruntung” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Misi Terselubung Kristenisasi
Bagi siapapun yang ingin menikah beda agama dengan umat Kristen, waspadalah terhadap misi kristenisasi yang sangat terbuka lebar. Menurut Abu Deedat, ini adalah strategi nyata dari Kristenisasi lewat perkawinan. “Modusnya sang lelaki pura-pura masuk Islam agar bisa menikahi muslimah,” ujar Abu Deedat kepada media, Kamis (30/1/2014).
Ketika sudah menikah, pria Kristen yang pura-pura masuk Islam akan kembali ke ajaran Kristennya, sang muslimah akan dihadapkan pada dua pilihan berat, ikut pindah agama bersama suaminya atau diceraikan.
“Berat bagi muslimah yang lemah imannya jika harus menyandang status janda, apalagi kalau sudah mengandung,” jelasnya.
Menurut Abu Deedat, dalam masa-masa awal pernikahan itu, biasanya sang muslimah akan dicuci otaknya dengan doktrin yang menjelek-jelekkan Islam. Terutama menggunakan isu seperti poligami, Islam tidak penyayang, dan mengangkat citra buruk umat muslim lainnya.
Abu Deedat juga berpesan agar masyarakat mewaspadai betul strategi Kristenisasi lewat jalur pernikahan. Kasus seperti ini, menurutnya, sudah banyak terjadi. Abu Deedat berpesan kepada para orangtua agar tidak terlalu mudah percaya jika ada pria non muslim yang bersedia masuk Islam untuk menikahi putrinya.
“Mereka agresif menyebarkan Kristen, dan kepada kaum Muslimah agar dijaga pergaulannya dengan lelaki non muslim, sebab bisa jadi mereka punya motif mengkristenkan anda,” terang kristolog yang aktif di Majelis Tabligh PP Muhammadiyah ini.
[Sumber: tabligh.or.id]