![simbol Natal-petugas-SPBU-mengenakan-atribut-topi-natal-jpeg.image_](http://baitulmaqdis.com/site/wp-content/uploads/2014/12/simbol-Natal-petugas-SPBU-mengenakan-atribut-topi-natal-jpeg.image_.jpg)
MENJELANG natal, biasanya pusat-pusat perbelanjaan mulai memajang aneka pernak-pernik atau atribut natal. Bulan Desember sepertinya atribut natal tersebut menjadi wajib dipajang di tempat-tempat yang strategis. Bahkan bukan hanya dipajang, tetapi juga banyak dipakai oleh kaum muslim yang bekerja di pusat-pusat perbelanjaan atau perusahaan-perusahaan. Hal tersebut menimbulkan berbagai reaksi, ada yang setuju dan mendukung, tetapi ada juga yang tidak setuju dan menolak.
Bagi kalangan yang setuju dan mendukung, alasannya karena toleransi beragama. Di tengah kemajemukan agama di Indonesia, hal tersebut dinilai wajar untuk menjaga kerukunan antar beragama. Namun bagi kalangan yang tidak setuju dan menolak, karena hal itu sama saja talbisul haq bil bathil, mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Bahkan bisa dianggap telah keluar dari keyakinan yang sebenarnya atau murtad.
Pendapat yang setuju dengan pemakaian atribut natal bagi kaum muslim datang dari Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Kemenag), Machasin. Machasin mengatakan umat muslim boleh saja mengenakan atribut Natal. Bahkan untuk kepentingan bisnis sekalipun. Menurut Machasin kebolehan itu karena sudah tradisi, memakai atribut natal dibolehkan karena tidak mengubah apa-apa, asalkan tidak merubah keyakinan iman dia sebagai seorang muslim.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Kepala Pelayanan Umat Ormas Islam Hidayatullah Asrif Amin dan Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Teuku Zulkarnaen. Hidayatullah Asrif Amin menanggapi bahwa menurut hukum Islam, umat Islam tidak terkecuali karyawan perusahaan, dilarang memakai atribut, apalagi ikut merayakan natal dan memaksa karyawan muslim untuk menggunakan atribut natal dan merayakan natal bersama. Bahkan menurut Amin, tidak hanya dalam hukum Islam yang melarangnya, dalam UUD Indonesia pun disebutkan bahwa dilarang keras pemaksaan terkait hari raya agama tertentu pada umat agama lainnya.
Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Teuku Zulkarnaen, mengatakan MUI telah mengeluarkan imbauan sejak akhir tahun 2012 lalu mengenai larangan karyawan dan karyawati Muslim di mal ataupun plaza untuk mengenakan seragam natal dan atribut sinterklas.
Hati-Hati Tasyabuh
Atribut natal adalah madaniah khas/ benda-benda fisik yang mengandung hadloroh kufur tertentu bukan hanya sebagai simbol. Pemakaian madaniah khas ini akan mengidentifikasikan seseorang sebagai bagian dari kaum tertentu. Misalnya pemakaian salib akan menunjukkan dia seorang nasrani. Nah, perkara atribut natal juga demikian. Hal itu akan bisa dianggap ia sebagai bagian dari kaum nasrani.
Islam menjawab terkait persoalan pemakaian atribut keagamaan lain. Islam memandang bahwa memakai atribut natal merupakan bentuk tasyabuh/ menyerupai kaum nasrani.
Sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud) (Alkuin/BaitulMaqdis.com)
Penulis : Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten
Sumber : IslamPos.com