Pemurtadan Zaman Dulu Hingga Zaman Modern
Oleh : Dr.Adian Husaini
(BaitulMaqdis.com) Dalam penelitian Syaikh Abul Hasan Ali an-Nadwi, seorang ulama besar dari India, menemukan, bahwa sejak zaman Rasulullah Saw, umat Islam belum pernah mengalami masalah keimanan yang lebih berat ketimbang yang dihadapi saat ini, di zaman modern ini. Beliau menulis :
“…. Di saat sekarang ini, selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan pada ancaman kemurtadan yang menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari ujung ke ujung …. Inilah kemurtadan yang telah melanda muslim Timur pada masa dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan tantangan yang paling serius terhadap Islam sejak masa Rasulullah Saw … Filsafat materialistis Barat ini tak diragukan lagi adalah “agama” terbesar yang diajarkan di dunia setelah Islam. Ia adalah agama terbesar dipandang dari sudut keluasan bidangnya, agama yang paling mendalam dipandang dari sudut kedalaman tancapan akarnya … bahwa kemurtadan-kemurtadan macam inilah yang pada masa sekarang melanda dunia Islam dari ujung satu ke ujung yang lain. Ia telah melancarkan serangan gencarnya dari rumah ke rumah dan dari keluarga ke keluarga. Sekolah-sekolah dan universitas semua telah dibanjiri dengannya (kemurtadan). Hampir tak ada keluarga yang masih beruntung tak memiliki tak memiliki anggota yang menganut kepercayaan ini.” (Abul Hasan Ali An-Nadwi, ‘Ancaman Baru dan Pemecahannya’ dalam buku Benturan Barat dengan Islam, 1993: 13-19).
Tentu saja peringatan dini ulama Islam tersebut perlu kita renungkan secara mendalam. Di masa lalu, menurut beliau, sebagian besar tantangan Iman datang berupa ancaman fisik. Kaum Muslimin dipaksa meninggalkan agama mereka disertai ancaman fisik. Para sahabat Nabi Muhammad Saw, seperti Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir, dan sebagainya, disiksa habis-habisan, hanya karena mereka beriman kepada Allah dan Rasulullah Saw. Selain disiksa dengan sangat biadab, Ammar bin Yasir bahkan harus menyaksikan ibunya dibunuh dengan cara ditikam kemaluannya dengan tombah. Toh, semua itu tidak mampu mengeluarkannya dari Islam.
Pada tahun 1492, ketika Raja Ferdinand dan Ratu Isabella mengeluarkan Edict of Expel (perintah pengusiran) kepada kaum Muslim, maka jutaan kaum Muslim yang sudah ratusan tahun hidup di wilayah Spanyol harus menghadapi ujian keimanan yang sangat berat. Mereka diberi tiga pilihan: 1) Masuk Kristen secara paksa, 2) Keluar Spanyol dengan meninggalkan harta benda mereka, atau 3) Mereka dibunuh. Maka ratusan ribu kaum Muslim terpaksa masuk Kristen, dibaptis secara paksa. Dalam sejarah, mereka dikenal dengan sebutan Moriscos. Kaum Moriscos ini diawasi dengan ketat, agar jangan sampai menjalankan ajaran-ajaran atau tradisi Islam secara diam-diam. Mereka yang ketahuan masih menghitankan anaknya, mengubur secara Islam atau menyimpan al-Qur’an misalnya, tidak ayal lagi, mereka akan menemui nasib tragis, diseret ke Mahkamah Inquisisi dan dihukum mati.
Itulah salah satu bentuk ujian keimanan. Ujian iman pasti akan ditimpakan kepada siapa saja yang mengaku beriman. Bentuknya bermacam-macam. Ada berupa ujian fisik, seperti yang dialami para sahabat Nabi Saw dan jutaan saudara-saudara kita kaum Muslim lainnya sepanjang sejarah, sampai saat ini. Ada juga yang diuji dengan kenikmatan, dikaruniai akal yang cerdas, wajah yang tampan, fisik yang sempurna, dan harta yang melimpah. Semua itu ujian. Ada juga yang diuji dengan kemiskinan dan kesulitan hidup.
Ini semua sudah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya :
Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan; “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ( Qs.al-Ankabut : 2-3).
Nah, di zaman modern ini, menurut Syekh An-Nadwi, tantangan iman datang dalam bentuk yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Kaum Muslimin yang hidup di bawah hegemoni dan cengkeraman peradaban Barat yang sekuler, liberal, dan materialistis, dipaksa untuk menalan ide-ide Barat itu, suka atau tidak suka. Paham-paham itu telah menyerbu jantung-jantung pertahanan umat Islam. Kata an-Nadwi, paham-paham yang menyesatkan dan menghancurkan keimanan itu telah melancarkan serangan gencarnya dari rumah ke rumah, dari keluarga ke keluarga Muslim. Sampai-sampai sekolah-sekolah, pesantren, universitas, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam –yang seharusnya menjadi benteng aqidah Islam- juga telah diterjang oleh paham-paham ini. Banak yang masih mampu bertahan. Tapi, banyak juga yang telah jebol pertahanannya, sehingga paham-paham sekularisme, lebiralisme, pluraslisme agama, materialism dan sebagainya dengan leluasa hinggap di benak pikiran kaum Muslim. Sungguh mengerikan pernyataan an-Nadwi, bahwa “Hampir tak ada keluarga yang masih beruntung tak memiliki anggota yang menganut kepercayaan ini”.
Serangan pemikiran yang mampu menggoyahkan keimanan kaum Muslim memang lebih sulit ditanggulangi ketimbang serangan fisik. Jika kaum Muslim diserang secara fisik, maka musuh datang dalam wujud yang mudah dikenali. Mereka datang seperti di Palestina dan Irak saat ini. Tentara-tentara mereka datang dengan senjata yang wujudnya nyata. Umat Islam paham, bahwa mereka musuh, mereka penjajah, mereka pembunuh. Tetapi, serangan dalam bentuk pemikiran tidak mudah dikenali. Apalagi, jika paham-paham itu dikemas dengan istilah-istilah yang sangat indah menawan, sehingga memukau banyak orang. Lebih sulit lagi jika para penjaja kemungkaran itu juga menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk menyesatkan manusia. Bagi orang kebanyakan, tentu tidak mudah untuk membedakan mana minyak babi dan mana minyak sapi, mana daging anjing dan mana daging kambing. Paham-paham yang menyesatkan manusia dan merusak aqidah Islam itu kadang dijajakan dengan cap-cap dan kemasan yang menarik sedikit yang dapat terseret arus penyesatan. Menyangka minyak babi sebagai minyak onta, karena memang minyak babi itu dijual dan dikemas dengan cap “minyak onta”. Untuk apa semua itu dilakukan? Tentu saja untuk menipu masyarakat Muslim. Allah SWT sudah mengingatkan kita agar berhati-hati dengan penyesatan yang dikemas dengan ungkapan-ungkapan indah dan menawan :
Allah berfirman ::
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.(QS: Al-An’am Ayat: 112)
Jangan Murtad!1
Para santri di pesantren biasanya sangat akrab dengan Kitab Sullamut Tawfiq karya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir Muhammad bin Hasyim. Kitab ini termasuk yang mendapatkan perhatian serius dari Imam Nawawi al-Bantani, sehingga beliau memberikan syarah (penjelasan,red) atas kitab yang biasanya dipasangkan dengan kitab Safinatun Najah. Dalam kitab inilah, sebenarnya umat Islam diingatkan agar menjaga Islamnya dari hal-hal yang membatalkannya, yakni murtad (riddah). Dijelaskan juga dalam kitab ini, bahwa ada tiga jenis riddah, yaitu murtad dengan I’tiqad (keyakinan,red). Misalnya, ragu-ragu terhadap wujud Allah, atau ragu terhadap kenabian Muhammad Saw, atau ragu terhadap Al-Qur’an, atau ragu terhadap hari akhir, surge, neraka, pahala, siksa dan sejenisnya.
Masalah kemurtadan ini perlu mendapatkan perhatian seirus dari setiap Muslim, sebab ini sudah menyangkut aspek yang sangat mendasar dalam pandangan Islam, yaitu masalah iman. Dalam pandangan Islam, murtad (batalnya keimanan) seseorang, bukanlah hal yang kecil. Jika iman batal, maka hilanglah pondasi keislamannya. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahya dan resiko pemurtadan bagi seorang Muslim.
Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Qs.Al-Baqoroh : 217)
Dalam kondisi seperti ini, dimana virus-virus perusak aqidah –seperti paham materialism, liberalism, sekularisme, pluralism Agama dan sebagainya- bergentayangan secara bebas, maka tidak ada jalan lain bagi setiap Muslim untuk membentengi imannya dan keluarganya, kecuali dengan meningkatkan keilmuan Islam yang kokoh sehingga mampu mengenali dan menangkal serangan berbagai virus aqidah yang kini begitu mudah merasuk ke pojok-pojok rumah kita.
Allah dan Rasul-Nya telah berpesan agar kita semua, kaum Muslim, jangan sampai murtad, jangan sampai meninggalkan Islam.
Allah berfirman : “Janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan Islam!” (Qs.Ali Imron : 102).
Rasulullah juga mengajarkan kepada kita agar berdoa:
“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah aku dalam agama-Mu!”.
Dan kita juga sering berdoa: “Allahumma Inna Nas-aluka salamatan fid-diin, wa ‘aafiyatan fil jasadi, wa ziadatan fil ‘ilmi, wa barakatan fir-rizqi, wa taubatan qablal maut, wa raahatan ‘indal maut, wa magfiratan ba’dal maut…”. (alquin/baitulmaqdis.com)