
Mendekatkan diri kepada Allah
I’tikaf adalah waktu yang sangat baik untuk berfokus sepenuhnya pada ibadah. Dalam suasana ibadah yang terkonsentrasi, seorang Muslim bisa meningkatkan ketakwaannya, memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, serta melakukan shalat sunnah.
Mencari Lailatul Qadar
Salah satu tujuan utama i’tikaf di bulan Ramadhan adalah untuk mencari malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. I’tikaf memberi kesempatan untuk melaksanakan ibadah lebih banyak pada sepuluh hari terakhir, di mana pada malam-malam tersebut kemungkinan besar terjadinya Lailatul Qadar.
Mengikuti Sunnah Rasulullah
Nabi Muhammad SAW sendiri menjalankan i’tikaf setiap tahun pada bulan Ramadhan, khususnya pada sepuluh hari terakhir. Dengan mengikuti sunnah beliau, seorang Muslim berharap mendapatkan keberkahan dan pahala yang besar.
Dalil-Dalil tentang I’tikaf di Bulan Ramadhan
Dalil Al-Qur’an
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mencampuri mereka (isteri-isterimu) itu, sedang kamu beri’tikaf di masjid-masjid. Itulah batasan-batasan yang ditetapkan oleh Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa i’tikaf adalah amalan yang diperbolehkan di dalam masjid, terutama saat bulan Ramadhan. Walaupun ayat ini berbicara tentang i’tikaf pada masa tertentu (yaitu di bulan Ramadhan), prinsip i’tikaf di bulan lainnya juga didasarkan pada ajaran ini.
Dalil Hadis
Banyak hadis yang menjelaskan tentang praktik i’tikaf yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallaahu ‘anhu, yang menyatakan:
“Nabi SAW beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam melaksanakan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, yang menjadi sunnah yang diteruskan oleh umat Islam.
Keutamaan I’tikaf
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang beritikaf, maka ia akan mendapatkan dua perkara yang besar, yaitu pengampunan dari Allah dan kesucian.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa i’tikaf memiliki keutamaan yang sangat besar, termasuk pengampunan dosa-dosa dan kedekatan dengan Allah.
Dalil tentang i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan
Dalam hadis riwayat Aisyah radhiyallaahu ‘anhu:
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau melanjutkan i’tikaf setelah beliau wafat.”(HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah amalan yang sangat dianjurkan. Ini juga mempertegas bahwa i’tikaf dapat dilakukan lebih dari satu orang, bahkan setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, para istri beliau juga melanjutkan amalan tersebut.
Rukun dan Ketentuan I’tikaf
1. Berada di Masjid
I’tikaf hanya dapat dilakukan di masjid. Menurut sebagian ulama, syarat utama adalah tempat yang digunakan untuk i’tikaf harus memiliki keutamaan, seperti masjid yang digunakan untuk shalat jamaah lima waktu.
2. Niat
I’tikaf harus dilakukan dengan niat yang tulus karena Allah. Seperti ibadah lainnya, niat adalah hal yang sangat penting agar amalan tersebut diterima oleh Allah.
3. Berdiam Diri di Masjid
I’tikaf berarti berdiam diri di masjid untuk beribadah. Meskipun begitu, jika seseorang keluar masjid untuk tujuan yang dibolehkan (misalnya, untuk kebutuhan yang sangat mendesak), maka tidak membatalkan i’tikaf.
4. Beribadah Sepenuh Hati
Selama i’tikaf, seorang Muslim disunnahkan untuk banyak beribadah, seperti shalat sunnah, dzikir, membaca Al-Qur’an, dan berdoa. I’tikaf bukanlah sekadar berdiam diri tanpa aktivitas ibadah.
wallaahu a’lam