Mungkin aneh, disaat orang-orang Islam beramai-ramai meninggalkan kewajiban shalat, namun orang ini justru ingin masuk Islam karena melihat orang Islam Shalat, luar biasa.
Dialah Michael Wolfe, seorang penulis sekaligus mualaf yang menceritakan banyak hal soal ibadah haji. Dia bisa memaparkan dengan rinci segala hal terkait penyelenggaraan ibadah haji.
Salah satu bukunya bahkan menceritakan perjalanan pertamanya sebagai mualaf saat menjalankan ibadah haji.
Penulis buku berjudul “One Thousand Roads to Mecca : Ten Centuries of Travelers Writing About the Muslim Pilgrimage” ini juga seorang produser, cendekiawan dan pembuat film dokumenter soal haji untuk jaringan televisi CNN.
Perkenalan pria yang lahir 3 April 1945 ini terhadap Islam bermula pada akhir tahun 70-an. Saat itu Wolfe sudah menjadi penulis yang ingin mencari pencerahan dalam hidupnya. Dia berusaha untuk melembutkan perasaan sinis dalam hatinya kala melihat kondisi lingkungan sekitarnya.
Lahir dari dua keluarga beda agama, Yahudi dan Kristen, Wolfe merasa sedikit tertekan saat membicarakan masalah agama dan kebebasan. Hingga pada suatu hari dia menemukan kejadian yang membuatnya terkesan. Saat itu dia sedang terbang ke Brussels, Belgia.
Setelah menghabiskan makan malam, Wolfe pergi ke kamar kecil. Di saat yang sama, sekelompok muslim tengah melaksanakan salat di kursi masing-masing.
Ketika keluar dari kamar kecil, dia terkesima dengan peristiwa tersebut. Wolfe terus mengamati ibadah yang dilakukan orang-orang Islam di atas pesawat itu. Dia baru menyadari, di manapun dan kapanpun orang-orang Islam yang beriman selalu menjalankan ibadahnya.
“Mereka memegang buku sebesar telapak tangan, sambil terus melakukan gerakan tertentu. Setelah itu mereka meletakkan buku itu di dada mereka seolah itu buku yang suci,” ungkap Wolfe.
Kejadian itu membuat Wolfe ingin mengenal Islam lebih dalam. Selama ini, Wolfe memang mencari agama yang tidak hanya bersifat ritual atau pemujaan. Agama yang tidak hanya untuk menyenangkan pemuka-pemukanya saja dan tidak ada pemisahan antara dunia dan alam akhirat. Wolfe ingin agama yang tidak ada keraguan di dalamnya.
Wolfe kemudian memutuskan pergi ke Afrika Utara, tepatnya ke Maroko. Dia memilih negara ini karena muslimnya taat dan kondisinya lebih stabil. Wolfe sudah dua kali ke Maroko, yakni tahun 1981 dan 1985. Dia merasa di Benua Afrika lah dia menemukan keseimbangan dalam hidup melalui Islam.
Di Maroko dia bergaul dengan banyak suku, etnis dan agama, termasuk dengan golongan keturunan Arab dan Afrika yang beragama Islam. Di sinilah Wolfe berinteraksi secara mendalam dengan muslim.
Menurut Wolfe, orang-orang Islam di sana menyambutnya dengan hangat. Mereka sopan, penuh toleransi dan suasana yang diciptakan terasa akrab.
Wolfe menghabiskan waktu tiga tahun di sana. Semakin dalam Wolfe mempelajari Islam semakin dia menemukan apa yang selama ini dicarinya. Hatinya mulai takjub dan terkesima dengan Islam. Michael Wolfe akhirnya memutuskan menjadi muslim.
Sebagai penulis dan pembuat film, Wolfe berdakwah melalui buku-buku dan film dokumenter yang dibuatnya.
Namun keputusan Wolfe disayangkan para koleganya yang terdiri dari kalangan intelektual Barat. Menurut mereka, Wolfe salah memilih Islam yang selalu dikaitkan dengan kekerasan dan masyarakat terbelakang.
Namun pria yang kemudian berganti nama menjadi Michael Abdul Majeed Wolfe ini tidak goyah. Dia bahkan memprediksi Islam akan menjadi agama mayoritas di Eropa Barat dalam kurun waktu 30 tahun ke depan.
(Sumber: Dream.co.id dan OnIslam.net)