Because I Love Jesus
Anda Bertanya, Muallaf Menjawab (Seri Ketigabelas)
TANYA JAWAB SEPUTAR HARI NATAL
Tulisan ini adalah artikel berseri yang secara langsung ditulis oleh Ust. Insan Ls. Mokoginta pakar Kristologi Nasional peraih penghargaan mualaf award, silahkan disebarluaskan demi kemaslahatan umat.
Tedi: Setiap tahun umat Kristiani mengadakan perayaan “Natal Bersama”, apakah Natal Bersama itu berarti memperingati Hari Natal bersama-sama agama lainnya?
Mualaf: Sampai saat ini ada sebagian umat Islam dan Kristen yang beranggapan bahwa “Natal Bersama’ adalah merayakan Hari Natal bersama agama-agama lainnya. Padahal yang dimaksud dengan ‘Natal Bersama’, yaitu merayakan hari Natal bersama-sama dengan sesama sekte-sekte Kristen lainnya, bukan bersama agama Islam!
Tedi: Mengapa tiap tahun Natal Bersama itu selalu mereka adakan?
Mualaf: Perlu kita ketahui bahwa sekte terbanyak di dunia ini berasal dari agama Kristen. Diperkirakan ada ratusan bahkan ribuan sekte Kristen di dunia ini, yang mana satu sama lainnya tidak akur, dan masing-masing mengklaim hanya sektenya yang paling benar. Makanya jangan heran dimana-mana banyak gereja. Nah untuk mempersatukan sesama sekte Kristen tersebut, maka diadakanlah peringatan Natal Bersama, maksudnya Natal bersama-sama dengan sekte Kristen lainnya, bukan bersama agama-agama lain, seperti Islam, dll.
Tedi: Mengapa umat Islam dilarang mengikuti perayaan Natal Bersama?
Mualaf: Kita umat Islam dilarang mengikuti Natal Bersama, sebab perayaan tersebut merupakan upacara ritual khusus bagi pemeluk agama Kristen, dimana mereka mengimani bahwa Yesus adalah Tuhan atau Allah itu sendiri yang dilahirkan ke dunia untuk menjadi Juruselamat penebus dosa manusia. Oleh sebab itu sejak tanggal 07 Maret 1981, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa, haram hukumnya mengikuti peringatan Natal, akan begitu banyak berbenturan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, dan pasti akan merusak aqidah kita kaum muslimin. Jika menghadiri Natal Bersama dibolehkan dan tidak akan merusak aqidah, mengapa tidak diadakan; Idul Fitri Bersama, Idul Adha Bersama, Waisak Bersama, Nyepi Bersama, Imlek Bersama, Maulid Nabi Bersama, Isra’ Mi’raj Bersama? Di Australia, Amerika, Eropa yang mayoritas Kristen, tidak pernah kita dengar mereka mendiskusikan perlunya toleransi, untuk menjadikan Idul Fitri & Idul Adha sebagai hari libur nasional negara mereka, tidak pernah!! Tapi di Indonesia mayoritas Islam, semua hari raya keagamaan lainnya, tanggalnya merah & dilibur nasionalkan. Ini menunjukkan dimana mayoritas muslim, pasti terdapat toleransi yang tinggi.
Tedi: Bolehkah kita mengucapkan ‘Selamat Hari Natal’ kepada mereka, karena tiap Idul Fitri, mereka mengucapkan ‘Selamat Idul Fitri’ kepada kita?
Mualaf : Sebenarnya Natal & Idul Fitri tidak ada hubungannya sama sekali. Umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri, adalah sebagai tanda kegembiraan atas keberhasilan setelah sebulan penuh berjuang menahan lapar & haus, tantangan, cobaan, godaan, dalam rangka melaksanakan salah satu perintah-Nya (Qs. 2: 183). Setelah puasa Ramadhan dengan sungguh-sungguh, janji Allah kita akan kembali menjadi ‘fithri‘ atau kembali suci bagaikan anak bayi yang baru dilahirkan, dan tujuan akhirnya insya Allah kita menjadi orang yang bertaqwa. Setelah kita kembali menjadi ‘fithri’ (suci), maka untuk menyatakan rasa syukur kepada Allah SWT, maka kita rayakan Hari Kemenangan itu dengan istilah ‘Hari Raya Idul Fitri’.
Sementara Natal merupakan hari kelahiran Yesus, atau Maulid Nabi Isa. Makanya Natal itu sebenarnya hanya bisa disejajarkan dengan Maulid Nabi Muhammad (kelahiran Nabi Muhammad), bukan dengan Idul Fitri! Itupun dengan berbagai catatan, yaitu sebatas pengertian hari kelahiran Nabi Isa (Yesus) sebagai seorang hamba Allah, Rasul atau utusan Allah, bukan sebagai Tuhan!! Karena umat Kristiani rayakan Hari Natal (Maulid Nabi Isa) sebagai Tuhan yang menjelma menjadi manusia, maka persamaan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW pun menjadi tidak sama, bahkan tidak ada korelasi sama sekali, apalagi dengan Idul Fitri!!
Tedi: Pernah seorang ulama membolehkan mengucapkan ‘Selamat Hari Natal’ karena mereka menghormati kita dengan mengucapkan ‘Selamat Idul Fitri’ Bagaimana menurut bapak?
Mualaf : Dalam pandangan Islam, kebenaran itu tidak dilihat dari siapa yang menyampaikannya, tapi apa yang disampaikannya. Walaupun bukan ulama, jika yang disampaikan sesuai Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, wajib kita terima. Ulama terkenal manapun jika yang disampaikan bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, wajib kita tolak. Memperingati Natal, sama saja memperingati hari kelahiran anak Tuhan, atau Tuhan itu sendiri yang menjelma menjadi manusia. Bukankah tiap hari kita ucapkan : Lam yalid wa lam yuulad (Dia tidak beranak & tidak pula diperanakkan).
Tedi: Dalil yang digunakan oleh ulama yang membolehkan mengucapkan ‘Selamat Natal’ yaitu Qs. 4 An-Nisa: 86 (Waidza huyyitum bitahiyatin fa hayyuu bi ahsana minha, innallaha kaana ‘ala kulli syai’in hasiiba)
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.”
Mualaf : Sebenarnya ayat tersebut bukannya Allah membolehkan mengucapkan ‘Selamat Hari Natal’ sebagai pembalasan karena mereka berbuat baik mengucapkan “Selamat Idul Fitri”. Ayat tersebut maksudnya balasan mengucapkan ‘selamat’ apabila ada yang mengucapkan “Assalamualaikum” maka balaslah yang lebih baik (panjang), yaitu “Walaikumussalam warahmatullah wabarakatuh”. Atau balaslah yang serupa. Misalnya mereka memberi ucapkan salam “Assalamu’alaikum” balaslah yang serupa atau sama panjangnya yaitu: “Wa’alaikumussalam”
(Bersambung)