Mumi adalah sebuah mayat yang diawetkan, perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Ini dapat dicapai dengan menaruh tubuh tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin, atau ketiadaan oksigen, atau penggunaan bahan kimiawi.
Mumi paling terkenal adalah Mumi Firaun yang dibalsam dengan tujuan pengawetan tertentu. Orang Mesir kuno percaya bahwa badan yang utuh adalah tempat yang sangat penting bagi seseorang pada masa setelah ia mati.
Salah satu Mumi firaun yang terkenal adalah Mumi raja Tutankhamun. Ada pula Mumi Nevertiti seorang ratu dari Mesir. Ada Mumi yang terbentuk karena kejadian alami seperti Mumi Otzi yang diawetkan secara alami oleh kondisi alam yang dingin sejak tahun 3300 SM. Mumi ini ditemukan pada bulan September 1991 di Schnalstal gletser di Ötztal Alpen, dekat Hauslabjoch, di perbatasan antara Austria dan Italia. Tubuh nya kini dapat dilihat di South Tyrol Museum of Archaeology di Bolzano, Italia utara. Ia merupakan Mumi alami tertua yang ditemukan di Eropa.
Ada juga Mumi Tollund, Mumi ini berasal dari abad ke-4 sebelum Masehi, dan ditemukan Mei 1950 di Semenanjung Jutlandia di Denmark. Kini tubuhnya ditampilkan di Silkeborg Museum di Denmark. Wajah dan kepalanya tetap terawetkan dengan sempurna.
Di Indonesia pengetahuan dan budaya pembuatan Mumi juga dapat ditemukan di Asmat. Prakter modifikasi pada suku asmat biasanya hanya dilakukan pada kepala suku atau komandan perang yang diMumikan dengan bahan-bahan trasional untuk memuliakan kepentingan sejarah dan religi mereka.
Ada tiga Mumi yang bisa kita lihat di Papua. Mumi Aikima di Akuma, Mumi Ciwika di Yiwika dan Purno di Ashologaima. Ketiga Mumi ini ada di Wamena.
Pada tahun 1898 M, arkeolog Loret, berhasil menemukan Mumi di Thebes, Mesir. Mumi tersebut terindentifikasi sebagai jenazah dari Fir’aun “Merneptah” yang dipastikan sebagai anak dari Fir’aun Ramses II. Di samping ditemukan Mumi dari Merneptah juga ditemukan Mumi dari Ramses II dalam keadaan utuh.
“Merneptah” adalah Fir’aun yang mengejar-ngejar nabi Musa hingga ke laut dan mati tenggelam di laut, sedang Ramses II adalah fir’aun yang hidup persis sebelumnya, kedua-duanya hidup pada masa nabi Musa AS.
Kemudian, pada tanggal 8-7-1907, Elliot Smith membuka perban-perban Mumi Merneptah untuk memeriksa badannya. Kemudian Elliot Smith mengarang buku The Royal Mumies pada tahun 1912, dalam buku tersebut dijelaskan, ketika Eliot Smith membuka perban-perban Mumi pada tahun 1907, Mumi tersebut dalam keadaan baik dan utuh walaupun ada kerusakan di beberapa bagian.
Setelah Eliot Smith meneliti Mumi tersebut pada 1907, Mumi tersebut dipamerkan di musium Cairo dengan kepala dan leher terbuka tanpa perban supaya setiap pengunjung dapat melihat dengan nyata, sedang badannya ditutup kain sedemikian rupa supaya dapat terlindungi dari kerusakan karena kelembaban udara dan bakteri.
Yang paling penting dan berharga dengan penemuan Mumi Merneptah dan hasil penelitian Eliot Smith yang menyaksikan Mumi Merneptah secara utuh adalah sebagai bukti materiil secara utuh jenazah dari raja Fir’aun yang mati tenggelam di laut.
Allah berfirman : “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (Qs. Yunus : 92 ).
Firman Allah Swt memang benar adanya, karena sekarang ini Mumi Firaun banyak dipelajari dari para ahli untuk membuka lembar sejarah masa lalu. Para arkeolog telah menemukan Mumi yang diindentifikasi sebagai jasad dari tubuh Firaun yang mengejar-ngejar Nabi Musa dan pengikutnya lalu tenggelam di lautan. Temuan arkeologi ini telah membuktikan apa yang dinyatakan Al-Qur’an tentang tubuh Firaun yang dijaga utuh oleh Allah Swt adalah benar-benar terjadi pada 2000 tahun sebelum Al-Qur’an menyatakannya.
Prof. Dr. Maurice Bucaille ahli bedah ternama prancis mendapat kesempatan untuk meneliti Mumi Firaun. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri dibalik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.
Ternyata hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan, sisa-sisa darah yang melekat pada tubuh Mumi Firaun adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam.
Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan Mumi agar awet. Prof. Dr. Maurice Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya.
Laporan akhirnya ini diterbitkan dengan judul Mumi Firaun Sebuah Penelitian Medis Modern. Penemuan monumental itupun sekali lagi menjadi bukti kebenaran mukjizat Al-Qur’an.
Belasan abad sebelum penemuan Mumi Firaun itu, Al-Qur’an telah menjelaskan tentang fakta itu. Sungguh Allah tidak pernah ingkar dari firman-Nya. Maha Besar Allah dengan segala firman-Nya.
Allah berfirman : “Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan. (Qs. Al-Baqoroh : 50 ).
Fakta ilmiah mukjizat Al-Qur’an ini sekaligus membantah anggapan bahwa Al-Qur’an adalah karangan Muhammad Saw. (Alquin/BaitulMaqdis.com)
Sumber : Khazanah.