3 Kali Pindah Agama, 3 Kali Menikah, Hingga Hampir Bunuh Diri: Kisah Hijrah Penuh Ujian Selika Ester
Kisah inspiratif dari seorang wanita bernama Selika Ester (Ibu Selika) yang mengalami perjalanan spiritual yang berliku, menghadapi cobaan hidup bertubi-tubi, mulai dari kesulitan ekonomi, pengkhianatan, hingga upaya bunuh diri, namun menemukan ketenangan sejati dalam Islam.
Masa Kecil, Ketenangan Azan, dan Ketertarikan pada Islam
Ibu Selika dibesarkan dalam keluarga Kristen Protestan di Bekasi dan sangat aktif di kegiatan gereja, termasuk sekolah minggu, Natal, dan Paskah, hingga menjadi panitia. Namun, sejak masa SMP, ia mulai merasakan keunikan dan ketenangan dari agama Islam.
Perasaan “Iri”: Ia kerap merasa “iri” kepada teman-temannya yang Muslim karena tidak dituntut harus ke gereja setiap Ahad dan mendapatkan libur panjang saat Lebaran, berbeda dengan sekolah Katolik yang ia tempuh.
Jiwanya Tertarik pada Azan: Jauh sebelum masuk Islam, ia mengaku paling senang dan merasa tenang setiap kali mendengar suara azan, terutama azan Magrib. Perasaan ini begitu kuat hingga ia merasa hidupnya lebih damai, meskipun di rumahnya saat azan berkumandang TV selalu dimatikan atau di-mute.
Perjalanan Mualaf yang Penuh Cobaan (2 Kali Murtad)
Perjalanan spiritual Ibu Selika diwarnai dengan tiga kali pernikahan yang juga menjadi momen ia berpindah keyakinan, namun seringkali tanpa bekal ilmu agama yang cukup.
Mualaf Pertama (Pernikahan Pertama), ia menikah dengan seorang Muslim dan disyahadatkan. Namun, dalam pernikahannya, ia tidak mendapatkan pembinaan (pengajaran Islam) sama sekali.
Ia hanya belajar Surah Al-Fatihah secara mandiri. Setelah suaminya meninggal karena kanker otak, ia kembali kepada agama keluarganya karena tidak adanya penguatan akidah.
Murtad Kedua (Pernikahan Kedua), setelah enam tahun menjanda, ia menikah lagi dengan pria Muslim, dan kembali bersyahadat. Namun, nasibnya sama, tidak ada pembinaan. Ia bahkan tidak tahu bagaimana seharusnya ia bersikap sebagai seorang muslimah.
Akhirnya ia kembali murtad, pindah ke GBI Depok, dan bahkan menjalani baptis selam. Penolakan Hati: Meskipun kembali ke agama asal, hatinya menolak. Ia justru semakin merindukan Islam karena melihat hidup orang Islam yang ia anggap lebih tenang dan damai. Mimpi di Makkah: Dalam posisi murtad, ia pernah bermimpi berada di Makkah mengenakan pakaian putih-putih, yang menjadi sinyal panggilan dari Allah SWT.
Hijrah Sejati dan Ujian Bertubi-tubi
Pada pernikahan ketiganya, Ibu Selika memutuskan untuk benar-benar berhijrah dan membuat komitmen yang kuat, meskipun harus menghadapi ujian yang teramat berat.
Syarat Menikah: Saat akan menikah untuk ketiga kalinya, ia menyampaikan syarat kepada calon suaminya: “Kamu enggak perlu ikutin agama saya, tapi kamu harus menjadi imam saya.” Ia bertekad melawan orang tua dan kabur dari rumah, meninggalkan ketiga anaknya.
Niat Hijrah Total: Saat hamil Adeva, ia memutuskan berhenti bekerja dari hotel yang memberinya penghasilan besar (bisa mencapai Rp300.000/hari di luar gaji). Suami sempat marah karena menganggapnya tidak realistis.
Menghadapi kondisi itu, ia hanya menjawab, “Cuma satu jawaban saya, ada Allah.”
Pengkhianatan dan Kekerasan: Niat hijrahnya diuji dengan kehadiran orang ketiga dalam rumah tangganya. Suaminya jarang pulang. Puncaknya, ia mendatangi suaminya dan mengalami kekerasan fisik dari wanita selingkuhan suaminya. Saat itu ia sedang menggendong Adeva.
Percobaan Bunuh Diri: Karena merasa putus asa dan tidak kuat menghadapi cobaan, ia hampir melakukan bunuh diri dengan pisau dan mencoba menggantung diri .
Syahadat Ulang dan Dukungan Komunitas: Berkat dorongan seorang teman dan Ustaz Kainama, ia datang ke Masjid Sunda Kelapa untuk mengurus sertifikat mualaf dan menjalani syahadat ulang. Ia merasakan perbedaan yang sangat emosional pada syahadat yang kedua ini. Ia kemudian dibawa ke Mualaf Hijrah Center (MHC) untuk diistirahatkan dan didampingi.
Menghidupi Keluarga: Saat suaminya sakit COVID dan terbaring selama 6 bulan, ia berjuang sendirian. Ia bahkan sempat menggantikan suaminya menjadi tukang ojek online (tanpa akun) dan bekerja sebagai tukang urut panggilan, demi membiayai pengobatan dan membeli popok suaminya. Selama menarik ojek, ia rutin puasa Senin-Kamis.
Ridha dan Hikmah di Balik Ujian
Meskipun ujian hidupnya bertubi-tubi, Ibu Selika sama sekali tidak menyesal telah memilih Islam. “Tidak Ada Penyesalan”: Ia yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuknya. Bukti kasih sayang Allah ia rasakan: putrinya, Adeva, sembuh tanpa operasi dan menjadi anak berprestasi di sekolah.
Hikmah Keluarga: Setelah ia menolak permintaan keluarga Manado untuk melepas hijab saat ayahnya meninggal, Allah mempermudah komunikasinya dengan keluarga ibu dan anak-anaknya yang lain. Ia meyakini, Allah ingin menjadikannya wanita yang kuat.
Pesan untuk Para Mualaf dan Muslim
Di akhir perbincangan, Ibu Selika membagikan pesan dan nasihat kepada teman-teman mualaf dan seluruh Muslim yang sedang berjuang: Jangan Hopeless: Jangan pernah merasa putus asa atau tidak memiliki pegangan hidup, seberat apa pun cobaan yang dihadapi.
Amalan Utama: Jangan lupa salat lima waktu. Tambah dengan Sunnah: Perkuat dengan salat sunnah seperti Tahajud, Duha, dan Istikharah. Perbanyak Zikir: Sering-seringlah berselawat dan mengucapkan istigfar.
Prinsip Hidup: “Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan kita.” Doa Pegangan: Selalu membaca doa Nabi Yunus: “Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn” (Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim) 100 kali setiap selesai shalat. Pesan untuk Para Suami Muslim: “Terutama para istri mualaf… istri kalian bukan hanya butuh ketika mereka masuk Islam, tapi mereka butuh dibina agar mereka tidak kembali ke jalan yang tidak Allah ridai.”
Tonton Kisah Lengkapnya Di Chanel Youtube Kami, Berikut Linknya
