Syarat Wajib Shalat Jum’at
Shalat Jum’at merupakan kewajiban besar bagi kaum muslimin laki-laki yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Tujuh syarat wajib shalat Jum’at adalah: Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, sehat, dan mukim. Dengan memahami syarat-syarat ini, kita bisa lebih mengerti siapa saja yang terkena kewajiban melaksanakan shalat Jum’at dan siapa yang tidak.
Shalat Jum’at merupakan ibadah yang memiliki kedudukan penting dalam Islam. Allah ﷻ mewajibkan kaum muslimin untuk melaksanakannya sekali dalam sepekan, tepatnya pada hari Jum’at sebagai pengganti shalat Dzuhur. Kewajiban ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 9:“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)Namun, tidak semua orang Islam wajib melaksanakan shalat Jum’at. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang terkena kewajiban shalat Jum’at. Para ulama menyebutkan bahwa syarat wajib shalat Jum’at ada tujuh macam, yaitu :
Pertama, islam dan islam merupakan syarat pertama dan paling mendasar dalam kewajiban shalat Jum’at. Tanpa keislaman, seseorang tidak terbebani dengan kewajiban tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah shalat Jum’at adalah kewajiban yang hanya berlaku bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, menjaga dan meneguhkan keimanan menjadi langkah utama sebelum menjalankan kewajiban ibadah lainnya, termasuk shalat Jum’at.Firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an:“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus…” (QS. Al-Bayyinah: 5) Ayat ini menegaskan bahwa ibadah hanya berlaku bagi orang yang beriman kepada Allah. Maka, shalat Jum’at tidak diwajibkan bagi orang kafir, karena mereka tidak memenuhi syarat dasar berupa keislaman.
Kedua, baligh dan baligh adalah keadaan ketika seseorang telah mencapai usia atau tanda-tanda kedewasaan secara syar’i. Tanda baligh antara lain keluarnya mimpi basah bagi laki-laki, datangnya haid bagi perempuan, atau telah mencapai usia 15 tahun menurut sebagian besar ulama. Dengan baligh, seseorang mulai dibebani hukum-hukum syariat (mukallaf), termasuk kewajiban shalat lima waktu dan shalat Jum’at. Rasulullah ﷺ bersabda: “Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia baligh, dan dari orang gila hingga ia berakal.”(HR. Abu Dawud dan Ahmad) Hadis ini menjelaskan bahwa anak kecil belum terkena kewajiban syariat, termasuk shalat Jum’at. Maka, kewajiban shalat Jum’at baru berlaku setelah seorang muslim mencapai usia baligh.
Ketiga, berakal maka berakal berarti memiliki kesadaran dan kemampuan berpikir yang normal. Seseorang yang berakal dapat memahami perintah dan larangan agama, serta mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk. Sebaliknya, orang yang kehilangan akalnya, seperti orang gila, orang yang pingsan lama, atau hilang kesadaran, tidak termasuk mukallaf (orang yang dibebani hukum syariat).Rasulullah ﷺ bersabda: “Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia baligh, dan dari orang gila hingga ia sadar kembali.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan an-Nasa’i). Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang tidak berakal tidak diwajibkan melaksanakan ibadah, termasuk shalat Jum’at, karena mereka tidak mampu memahami dan menunaikannya.
Keempat, merdeka maka merdeka berarti seseorang bebas dan tidak berada dalam kekuasaan tuannya. Dalam fiqih Islam klasik, seorang budak memiliki keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari karena harus selalu patuh pada perintah tuannya. Kondisi inilah yang menjadikan syariat memberikan keringanan kepada mereka sehingga tidak diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at. Para ulama fiqih sepakat bahwa shalat Jum’at tidak wajib bagi hamba sahaya. Mereka tetap diwajibkan melaksanakan shalat Dzuhur sebagai pengganti. Hal ini sesuai dengan kaidah umum dalam syariat Islam yang tidak membebani seseorang di luar kemampuan dan kondisinya. Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan:“Shalat Jum’at tidak wajib bagi budak, musafir, perempuan, dan orang sakit, tetapi jika mereka mengerjakannya maka shalatnya sah.”(al-Majmu’, 4/482)
Kelima, Laki-laki maka laki – laki menjadi salah satu syarat wajib shalat Jum’at. Kewajiban ini menunjukkan peran penting laki-laki dalam menjaga syiar Islam melalui shalat Jum’at yang dilaksanakan secara berjamaah. Sementara itu, perempuan mendapatkan keringanan dengan cukup melaksanakan shalat Dzuhur, meskipun tetap diperbolehkan menghadiri shalat Jum’at jika mereka berkehendak. Rasulullah ﷺ bersabda:“Shalat Jum’at adalah hak yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim dengan berjamaah, kecuali empat: hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan lainnya) Hadis ini menegaskan bahwa perempuan termasuk yang tidak terkena kewajiban shalat Jum’at.
Keenam, Sehat berarti memiliki kemampuan fisik dan mental yang memungkinkan seseorang untuk datang ke masjid, mendengarkan khutbah, dan melaksanakan shalat Jum’at bersama jamaah. Jika kondisi tubuh lemah karena sakit parah, atau ada kekhawatiran penyakitnya akan bertambah parah dengan hadir ke masjid, maka gugurlah kewajiban shalat Jum’at. Sebagai gantinya, ia cukup melaksanakan shalat Dzuhur di tempatnya.Rasulullah ﷺ bersabda:“Shalat Jum’at adalah kewajiban bagi setiap muslim secara berjamaah, kecuali bagi empat golongan: hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi). Hadis ini dengan jelas mengecualikan orang sakit dari kewajiban shalat Jum’at.
Ketujuh, Mukim maka bermukim adalah keadaan seseorang yang tinggal di suatu daerah dan tidak sedang melakukan perjalanan jauh. Seorang musafir atau orang yang sedang bersafar diberikan keringanan dalam banyak ibadah, termasuk shalat Jum’at. Sebagai gantinya, mereka diwajibkan melaksanakan shalat Dzuhur.Berdasarkan hadis dari Thariq bin Syihab, Rasulullah ﷺ bersabda:“Shalat Jum’at adalah kewajiban bagi setiap muslim yang berjamaah, kecuali empat: hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang musafir.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, dan al-Hakim). Hadis ini dengan jelas mengecualikan musafir dari kewajiban shalat Jum’at.