Syarat – Syarat Shalat
Shalat merupakan ibadah yang sangat penting dalam Islam. Ia adalah tiang agama dan menjadi pembeda utama antara seorang muslim dengan yang bukan muslim. Agar shalat yang kita lakukan sah dan diterima oleh Allah ﷻ, ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi sebelum memulai shalat. Syarat-syarat ini disebut syarat sebelum shalat, yang harus dipenuhi setiap muslim.
Syarat sebelum shalat merupakan hal yang harus diperhatikan agar ibadah shalat sah dan diterima oleh Allah ﷻ. Dengan menjaga kesucian, menutup aurat, memastikan tempat suci, mengetahui waktu, dan menghadap kiblat, seorang muslim telah memenuhi rukun dasar untuk memulai shalat. Namun Islam juga memberikan kemudahan dalam kondisi darurat atau perjalanan, sehingga shalat tetap bisa dikerjakan tanpa meninggalkan kewajiban.
Syarat pertama, suci dari hadats dan najis maka keduanya merupakan salah satu syarat sah shalat yang wajib diperhatikan setiap muslim. Dengan berwudhu, mandi junub, dan menjaga kebersihan badan, pakaian, serta tempat shalat, seorang hamba menunjukkan ketaatan kepada perintah Allah ﷻ. Maka, sebelum shalat, pastikan diri kita dalam keadaan suci agar ibadah shalat diterima dengan sempurna.Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al-Muddatstsir: 4) Ayat ini menjadi dalil bahwa menjaga kesucian dari najis adalah kewajiban bagi seorang muslim, terutama ketika akan melaksanakan shalat. Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim). Hadits ini menegaskan bahwa kesucian dari hadats adalah syarat mutlak sahnya shalat.
Syarat kedua, Menutup aurat dengan pakaian yang suci adalah syarat sah shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Laki-laki dan perempuan memiliki batas aurat masing-masing yang wajib dipatuhi. Dengan menutup aurat dan mengenakan pakaian yang suci, seorang muslim menunjukkan ketaatan dan penghormatan kepada Allah ﷻ saat melaksanakan shalat.Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an: “Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31) Ayat ini menunjukkan perintah agar seorang muslim menutup aurat dan memakai pakaian yang pantas serta suci ketika melaksanakan ibadah, termasuk shalat. Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah baligh kecuali dengan memakai khimar (penutup aurat).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi) Hadits ini menegaskan pentingnya menutup aurat sebagai syarat sah shalat. Aurat wajib ditutup dengan pakaian yang layak dan suci. Bagi laki-laki, auratnya adalah antara pusar hingga lutut, sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Syarat ketiga, Berdiri di tempat yang suci merupakan syarat sah shalat yang wajib dipenuhi. Kesucian tempat menunjukkan penghormatan seorang hamba ketika menghadap Allah ﷻ. Dengan memastikan tempat shalat bebas dari najis, ibadah shalat akan menjadi lebih sempurna dan diterima oleh-Nya.Tempat yang suci berarti bebas dari najis, seperti kotoran manusia, air kencing, darah, atau benda lain yang dihukumi najis menurut syariat Islam. Shalat yang dilakukan di tempat yang terkena najis tidak sah, meskipun bacaan dan gerakan shalat sudah benar. Oleh karena itu, sebelum shalat, seorang muslim wajib memastikan tempat yang digunakan benar-benar bersih dan suci. Rasulullah ﷺ bersabda: “Dijadikan untukku bumi ini sebagai masjid (tempat shalat) dan suci.” (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh permukaan bumi pada dasarnya bisa digunakan untuk shalat selama dalam keadaan suci. Namun, jika tempat tersebut terkena najis, maka tidak sah dijadikan tempat shalat.
Syarat keempat, Mengetahui masuknya waktu shalat adalah syarat sah shalat yang sangat penting. Shalat yang dilakukan sebelum waktunya tidak sah, meskipun bacaan dan gerakannya benar. Oleh karena itu, setiap muslim wajib memperhatikan waktu shalat dengan baik agar ibadahnya diterima oleh Allah ﷻ.Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103) Ayat ini menegaskan bahwa setiap shalat memiliki waktu yang sudah ditentukan, sehingga seorang muslim tidak boleh mengerjakan shalat di luar waktunya. Rasulullah ﷺ juga bersabda ketika ditanya tentang waktu shalat: “Waktu shalat itu antara awal waktunya sampai akhir waktunya.” (HR. Muslim)
Syarat kelima, Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah shalat yang wajib dipenuhi setiap muslim. Dengan menghadap ke arah Ka’bah, umat Islam di seluruh dunia dipersatukan dalam satu arah ibadah yang sama. Kewajiban ini menunjukkan bahwa shalat tidak hanya ibadah individu, tetapi juga simbol persatuan umat Islam di bawah ketaatan kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman: “Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144) Ayat ini menegaskan bahwa menghadap kiblat adalah kewajiban dalam shalat, baik bagi orang yang shalat sendirian maupun berjamaah. Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Apabila kamu berdiri untuk shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dalam syarat yang kelima ini yaitu menghadap kiblat namun pada syarat ini kita dibolehkan untuk tidak menghadapi kiblat dalam beberapa keadaan.
Keadaan Diperbolehkan Tidak Menghadap Kiblat
Pertama, Ketika Berada dalam Rasa Takut Luar Biasa dan Menghadap kiblat adalah syarat sah shalat, tetapi dalam kondisi rasa takut luar biasa syariat Islam memberikan keringanan untuk shalat tanpa menghadap kiblat. Hal ini menunjukkan betapa Islam menjaga keseimbangan antara kewajiban ibadah dan keselamatan hamba-Nya. Dengan demikian, seorang muslim tidak pernah kehilangan kesempatan untuk beribadah kepada Allah ﷻ, meskipun dalam keadaan yang paling sulit sekalipun. Allah ﷻ berfirman: “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan.” (QS. Al-Baqarah: 239) Ayat ini menjelaskan bahwa ketika seorang muslim berada dalam kondisi bahaya atau rasa takut luar biasa, ia tetap wajib shalat, tetapi diperbolehkan melakukannya sesuai kemampuan, meskipun tidak menghadap kiblat.
Kedua, Shalat sunnah di atas kendaraan saat perjalanan termasuk dalam kondisi yang diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat. Hal ini berdasarkan sunnah Rasulullah ﷺ yang memberikan teladan kepada umatnya. Keringanan ini menunjukkan bahwa Islam sangat memudahkan umatnya dalam beribadah, tanpa mengurangi kekhusyukan dan nilai ibadah itu sendiri.Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah ﷺ biasa shalat sunnah di atas tunggangannya (kendaraan) ketika dalam perjalanan, ke arah mana pun kendaraan itu menghadap.” (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits ini menjadi dasar bahwa shalat sunnah boleh dilakukan di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat ketika sedang dalam perjalanan.
