Hukum menyamak kulit bangkai
Adapun secara hukum bangkai yaitu najis dan bangkai itu adalah hewan yang mati bukan hasil disembelih dengan nama allah ﷻ ataupun hewan yang mati dengan faktor tertabrak atau mati tanpa sebab dan sebagainya, Sebagaimana allah ﷻ telah berfirman : “Diharamkan bangkai bagi kalian” (Q.S Al-Maidah:3) namun secara dasar bangkai itu najis namun kulitnya bisa berubah menjadi suci apabila ia disamak. Sebagaimana rasulullah ﷺ telah bersabda : “jika kulit disamak, maka ia menjadi suci”.
Penyamakan kulit adalah proses pengolahan kulit hewan agar tahan lama, tidak mudah busuk, dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk seperti tas, sepatu, jaket, hingga furniture. Salah satu sumber kulit yang dapat digunakan adalah kulit bangkai, yaitu kulit dari hewan yang mati bukan karena disembelih secara ritual, melainkan karena sebab alami atau kecelakaan. Walau seringkali dipandang sebelah mata, penyamakan kulit bangkai memiliki nilai ekonomi dan lingkungan yang signifikan.
Penyamakan kulit bangkai harus dilakukan dengan hati-hati karena kondisi kulit yang mungkin sudah mulai membusuk. Berikut adalah tahapan umumnya:
Pertama, pembersihan awal yaitu kulit dicuci bersih untuk menghilangkan darah, lemak, dan kotoran. Proses ini mencegah pembusukan lebih lanjut. Dan proses ini dilakukan dengan tujuan pembersihan dari sesuatu yang bersifat najis pada kulit bangkai tersebut. Dan dengan demikian pembersihan diawal akan memudahkan pada proses selanjutnya.
Kedua, pengawetan Kulit diberi garam (salting) atau dibekukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri selama proses penyimpanan. Pada tahap ini kita berupaya agar kulit bangkai yang sudah mulai membusuk itu bisa dipakai dan dapat bertahan lama.
Ketiga, pengapuran Kulit direndam dalam air dan larutan kapur untuk melunakkan serta menghilangkan bulu dan jaringan yang tidak dibutuhkan. Maka pada tahap ini kita harus menyingkirkan benda yang najis pada kulit bangkai tersebut yaitu bulu sebab pada dasarnya tulang dan bulu bangkai adalah najis sebagaimana allah ﷻ telah berfirman : “Diharamkan bangkai bagi kalian” (Q.S Al-Maidah:3)
Keempat, penyamakan pada proses ini adalah Proses inti dari penyamakan, di mana kulit direndam dalam zat penyamak (tanin nabati, kromium, atau enzim) untuk mengubah protein kulit menjadi bahan yang tahan lama dan fleksibel. Dan dilakukan pada tahap ini akan membuat kulit bangkai tersebut menjadi kuat dan dapat digunakan untuk produk tas yang kuat serta dapat tahan lama.
Kelima, pewarnaan dan finishing apabila kulit bangkai tersebut melewati beberapa proses maka pada proses kali ini Kulit yang telah disamak diberi warna dan lapisan pelindung, lalu dikeringkan dan dirapikan agar siap digunakan dalam industri.
penggunaan emas dan perak sebagai bejana
Dalam ajaran Islam, umat dianjurkan untuk hidup dengan kesederhanaan, menjauhi sifat sombong, dan tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan nikmat dunia. Salah satu bentuk pengaturan dalam syariat yang mencerminkan nilai tersebut adalah larangan menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum. Larangan ini memiliki dasar yang kuat dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ.
Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah ibnu yaman radhiallahuanhu bahwa dia mendengar Nabi Muhammad ﷺ bersabda : “ janganlah kalian memakai sutra, jaanganlah kalian minum dari bejana emas dan perak dan jangan pula makan dengan memakai piringnya. Sesungguhnya semua itu adalah untuk mereka (orang-orang kafir) didunia dan kita diakhirat” (HR. Bukhori dan Muslim) .
Hadis ini dengan jelas melarang umat Islam menggunakan wadah dari emas dan perak untuk makan dan minum. Para ulama sepakat bahwa larangan ini bersifat haram dalam konteks penggunaan langsung, terutama untuk konsumsi. serta hikmah mendalam yang berkaitan dengan akhlak, ketakwaan. Dan dibalik larangan tersebut kita dapat tahu sebagaimana berikut :
Pertama, tawadhu dalam pola hidup dan Penggunaan bejana dari emas dan perak untuk makan dan minum adalah simbol kemewahan yang berlebihan. Islam melarang perilaku yang dapat menumbuhkan kesombongan dan memperlebar kesenjangan sosial.
Kedua, bentuk syukur kepada allah dengan merasa cukup apa yang kita gunakan saat ini didunia dan sebagaimana dalam hadis di atas menyebutkan bahwa emas dan perak diperuntukkan bagi orang beriman di akhirat. Ini menunjukkan bahwa kenikmatan hakiki bukan di dunia, melainkan di akhirat kelak.
Ketiga, mencegah tabdzir dalam perkara hal dunia sebab didalam penggunakan benda mahal untuk hal remeh seperti makan dan minum adalah bentuk pemborosan yang bertentangan dengan ajaran Islam sedangkan dalam islam kita diajarkan untuk zuhud agar tidak berlebih-lebihan dalam urusan dunia.