Kisah Hidayah Tak Terduga: Dari Dunia Klub Malam, Mabuk, hingga Berkah Islam
Kisah mualaf selalu menyimpan perjalanan spiritual yang unik dan mendalam. Salah satunya datang dari Muhammad Alfatih, yang akrab disapa Koh David, seorang pengusaha muda keturunan Tionghoa. Ia berbagi cerita luar biasa tentang bagaimana ia meninggalkan gemerlap dunia klub malam dan minuman keras untuk memeluk Islam.
Latar Belakang Keluarga dan Pandangan Negatif tentang Islam
Sebelum memeluk Islam pada Desember 2023, David Sugandi (nama lahirnya) berasal dari keluarga dengan latar belakang agama yang beragam: Konghucu, Katolik, dan Kristen. Ia sendiri dibesarkan dengan didikan sekolah Kristen dan sempat menjadi penganut Katolik yang taat, rutin ke gereja seminggu sekali.
Pandangannya terhadap Islam kala itu sangat negatif. Ia mencap Islam sebagai agama yang anarkis, rusuh, dan identik dengan aksi bom serta demo yang mengganggu ketertiban umum. Pemikiran ini terbentuk dari apa yang ia lihat langsung di lapangan dan melalui pemberitaan di media.
Titik Balik di Tengah Kemabukan
David bekerja di dunia malam sebagai marketing social media untuk hotel dan klub ternama, menghasilkan gaji dua digit ditambah tips yang besar. Kehidupan sehari-harinya identik dengan minuman keras.
Titik balik hidupnya terjadi saat ia merayakan ulang tahun bersama temannya, Ramzi. Dalam keadaan mabuk, David berdebat dengan Ramzi mengenai ajaran yang ia yakini tentang Bunda Maria dan Nabi Isa AS. Ramzi, seorang muslim keturunan Arab, menyanggah pengetahuannya berdasarkan dalil Islam. Perdebatan itu membuatnya mulai meragukan apa yang selama ini ia pelajari.
Tak lama kemudian, Ramzi memberinya hadiah ulang tahun berupa Al-Qur’an terjemahan. David sempat mengabaikannya, namun rasa penasaran dan keraguan terus menghantuinya.
Hidayah Melalui Debat Islam-Kristen di YouTube
Dua hari setelah menerima Al-Qur’an, David kembali minum bersama Ramzi sambil menonton YouTube. Ramzi memutar video ceramah Ustaz Khalid Basalamah, lalu beralih ke video debat Kristen-Islam yang menampilkan Koh Dondi (Dondy Tan).
Meskipun dalam keadaan mabuk, David terpaku pada debat tersebut. Ia terkejut melihat Koh Dondi, seorang Tionghoa dan mantan pendeta, mampu menjawab tiga pendeta yang tampak kewalahan dan emosional.
Setelah Ramzi pulang, David mulai mencari video-video Koh Dondi. Ia membandingkan ajaran agamanya dengan logika dan data yang disampaikan.
“Kok gua jadi ngerasa kok gua dulu menganut agama ini kok gua jadi lucu sendiri gitu loh… Kok apa iya agama gua jadi selucu ini, sehumor ini?” Sejak saat itu, David yakin ingin memeluk Islam.
Pengalaman Syahadat yang Meragukan dan Berbayar
Karena tidak tahu harus ke mana, David bertanya kepada penjual es teh di Jelambar. Ia diarahkan ke sebuah kontrakan di mana syahadat bisa dilakukan, namun ia harus membayar biaya sebesar Rp 2,5 juta.
David menjalani syahadat, namun ia tidak merasakan ketenangan atau perubahan spiritual. Malah, ia merasa syahadat itu hanya sebagai simbolis. Keraguannya semakin kuat ketika ia melihat ustaz dan saksi yang menyahadatkannya justru mencium tangan Ramzi, yang mereka sangka adalah Habib karena keturunan Arab.
Syahadat Kedua dan Ketenangan Sejati
Merasa hampa, David disarankan Ramzi untuk syahadat ulang di Yayasan Mualaf Center Indonesia (MCIP) di Masjid Albukhari, Tanah Abang, yang diprakarsai oleh Koh Wenny.
Ia datang dengan rasa khawatir harus membayar lagi. Namun, syahadat kedua ini dilakukan secara gratis, bahkan ia diberi bingkisan berisi sarung, baju koko, Al-Qur’an terjemahan, dan buku panduan Islam.
Setelah syahadat di MCIP, David merasakan perubahan yang signifikan: Ketenangan Batin: Ia merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Menolak Pekerjaan Haram: Ia tiba-tiba merasa malas dan jenuh untuk bekerja kembali di klub malam, meskipun gajinya besar. Ia merasa pekerjaannya tidak berkah. Meninggalkan Dunia Malam dan Berkah Ekonomi
Didorong oleh hati nuraninya, David mengambil cuti dan akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaannya di klub malam. Ia meninggalkan gaji dua digit demi mencari nafkah yang halal.
Ia memulai usaha jualan kue basah di Lokasari, Jakarta. Secara nominal, penghasilannya jauh lebih kecil dari gaji sebelumnya, namun ia merasakan berkah yang luar biasa. “Padahal secara nominal jauh banget. Jadi kayak cukup aja. Gua beli, gua bayar listrik cukup, beli buat gas cukup, buat bayar air cukup deh pokoknya cukup aja. Ternyata Allah ngasih kita yang cukup.”
Bantuan Tak Terduga dari Koh Dondi: Saat memulai usaha bakso, David membutuhkan modal. Ia teringat akan Koh Dondi. Atas saran Koh Dondi untuk membuat proposal usaha, David mendapatkan bantuan modal melalui Yayasan Garda Mualaf. Uang tersebut langsung ia gunakan untuk melunasi utangnya kepada rekan bisnisnya. “Allah membantu kita sesuai kebutuhan bukan yang kita inginkan kita.”
Pesan untuk Para Mualaf
David kini fokus pada usahanya “Bakso dan Mie Ayam Sisipit” di Mangga Besar Raya 43. Ia menyimpulkan bahwa kehidupan yang berkah datang setelah ia meninggalkan hal-hal yang buruk. Ia melihat sendiri teman-teman lamanya meninggal dalam keadaan mabuk, yang semakin menguatkan imannya. Pesan utamanya untuk para mualaf: “Jangan pernah putus asa. Ketika kamu dijauhkan sama teman-temanku, enggak apa-apa, yang penting kamu jangan pernah dijauhkan sama Allah. Kuncinya cuma satu, kamu dekatkan Allah, kamu pepet Allah terus, pasti Allah akan kasih lebih.”
